Adsense

Jumat, 22 April 2011

Demokrasi Pancasila

bagian 2

B. RUMUSAN PANCASILA
Rumusan Pancasila yang pernah ada adalah sebagai berikut :
1. Rumusan dan Susunan Pancasila Waktu Diusulkan Tanggal 1 Juni 1945 Menjadi Dasar etuhananNegara Indonesia Merdeka
Kebangsaan atau Nasionalisme.
Perikemanusiaan atau Internasionalisme.
Mufakat, Perwakilan, Permusyawaratan.
Kesejahteraan Sosial atau Keadilan Sosial.
Ketuhanan yang berkebudayaan atau Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur atau K Yang Maha Esa.
2. Rumusan dan Susunan Pancasila Yang Tercantum di Dalam Piagam Jakarta Dan hasil Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Rumusan dan Susunan Pancasila Yang Tercantum Di Dalam Mukaddimah Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Dan Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Peri kemanusiaan.
Kebangsaan.
Kerakyatan.
Keadilan sosial.
4. Rumusan dan Susunan Pancasila Yang Tercantum Di Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat-an/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Rumusan dan Susunan Pancasila Yang Sah dan Benar (dalam konteks negara RI serta hasil Komite Nasional Indonesia Pusat-pen.)
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat-an/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sabtu, 16 April 2011

DEMOKRASI PANCASILA


Bangsa Indonesia telah mengenal Pancasila sejak lahirnya istilah Pancasila, 1 Juni 1945, tetapi sesungguhnya unsur-unsur Pancasila telah ada sejak pemerintah kerajaan Majapahit. Dalam hal ini kita dapat mengetahui pada prasasti Telaga Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, talang Tuo dan Kota Kapur, serta kita dapat mengetahui pada Nagarakartagama, karya Mpu Prapanca dan Sutasoma, karya Mpu tantular.

Unsur-unsur Pancasila, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah ada sejak abad XIV.

A. UNSUR-UNSUR PANCASILA
Istilah pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar negara Indonesia diberi nama Pancasila. Dasar negara tersebut, Pancasila, kemudian diterima dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 bersamaan pengesahan UUD 1945.
Unsur-unsur Pancasila terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Rumusan otentik Pancasila tersebut adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila-sila dalam Pancasila tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dilepas pisahkan satu dari lainnya. Tetapi untuk memudahkan dalam memahaminya akan kami jelaskan satu persatu.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan , sedangkan Yang Maha Esa berarti Yang Maha Tunggal, tiada sekutu, Esa dalam Zat-Nya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam perbuatan-Nya, artinya bahwa Tuhan tidak terdiri dari zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah maha sempurna atas segala sesuatu, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapa pun.
Keyakinan ini telah berkembang sejak zaman pra sejarah yaitu dengan adanya kepercayaan animisme, dinamisme lalu dengan tersebarnya agama Hindu, Budha, Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Konghuchu. Keyakinan tersebut dapat kita runut dalam sejarah Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dalam Darji Darmodihardjo dan Burhanuddin Salam mengungkapkan:
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah, maka negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara memberikan jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Bagi dan di dalam bangsa Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan, serta tidak boleh ada paksaan dalam agama. Dengan perkataan lain, di dalam negara Indonesia tidak ada dan tidak boleh ada paham yang meniadakan Tuhan Yang Maha Esa (ateisme), dan yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa dengan toleransi terhadap kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Untuk membuktikan hal ini Sunoto menjelaskan:
Bukti-bukti berupa bangunan misalnya rumah peribadatan dari berbagai agama yaitu masjid, gereja, parisade, vihara, klenteng dan lain-lain.
Bukti-bukti berupa kitab suci misalnya kitab-kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bukti-bukti berupa perbuatan adalah segala kegiatan peribadatan dan keagamaan yang dilakukan oleh berbagai agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan keagamaan antara lain berupa penyelenggaraan upacara-upacara keagamaan, peringatan hari-hari besar agama, melaksanakan pendidikan agama, mendirikan rumah-rumah ibadah.
Bukti-bukti lain berupa tulisan berisi karangan, sejarah, dongeng-dongeng dan lain sebagainya yang mengandung nilai-nilai agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa misalnya Tajusalatina, Bustanusalatina, Mahabharata, Sanghyang Kamahayanikan, Serat menak, Sunan Kalijaga, dan masih banyak lagi lainnya.
Pada jaman pemerintahan raja Hayam Wuruk Agama Hindu dan Budha diberi tempat yang agung, demikian pula raja-raja Jawa dari kerajaan Islam misalnya Mataram menggunakan sebutan Sayiddin Panatagama. Ditekankan pula bahwa agama adalah pakaian raja atau dalam bahasa Jawa agama ageming aji.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata dasar manusia yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Manusia merupakan makhluk ciptaan Alloh yang mulia, karena ia dibekali akal dan ruh. Manusia memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Dengan potensi yang ada, ia dapat mempunyai kedudukan yang baik (ahsanu taqwim), tetapi ketika kemaksiatan dan kubangan dosa yang ada padanya, ia akan jatuh ke derajat yang serendah-rendahnya lagi hina (asfala safilin).
Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia yang merupakan esensi dan identitas manusia karena martabat kemanusiaannya (human dignity) . Dalam fitrahnya manusia bersifat membutuhkan orang lain, lemah, bodoh, suka terhadap lawan jenisnya, membutuhkan petunjuk atau jalan yang terang dan lurus.
Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan diadakan atas norma-norma yang objektif, jadi tidak subjektif apalagi sewenang-wenang . Adil juga bermakna memberikan hak kepada seseorang sesuai dengan kemampuan dan keahlian serta kedudukan dan kewenangannya.
Beradab berasal dari kata adab yang berarti budaya . Hal ini berarti bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai-nilai budaya, terutama norma-norma sosial, kesusilaan (moral) dan religi (agama).
Kemanusia yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Pada prinsipnya kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakekat manusia yang berbudi, sadar nilai dan berbudaya.
Tindakan manusia dinilai berdasarkan nilai-nilai peri kemanusiaan atau sesuai dengan hakekat manusia. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Warga negara ini terkenal berwatak ramah-tamah, sopan-santun, lemah-lembut dengan sesama manusia. Mereka selalu menjalin hubungan dengan orang lain ataupun bangsa lain berdasarkan hubungan yang bersifat manusiawi, serta kesadaran bahwa mereka tidak dapat hidup tanpa orang lain atau bangsa lain. Yang pasti manusia selalu membutuhkan kehadiran dan pertolongan pihak lain.
Nilai-nilai yang terkandung pada sila II, Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan nilai-nilai yang universal, tidak memandang ras, suku, warna kulit, agama ataupun keturunan. Manusia pada dasarnya mempunyai kedudukan, harkat dan martabat yang sama, sehingga semua manusia harus mendapatkan perlakuan yang sama, baik dalam pendidikan, hukum, politik dan lain-lain. Prinsip inilah yang dalam terminologi Islam kita kenal dengan al musawah (persamaan).
3. Persatuan Indonesia
Bangsa Indonesia telah terbiasa untuk hidup dalam masyarakat, gotong royong, bersatu, rukun, kekeluargaan serta bertindak semata-mata bukan karena pertimbangan untung rugi atau atas kepentingan pribadi dan golongan.
Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh, tidak terpecah-pecah. Persatuan berarti bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Corak yang beraneka ragam itu dapat berupa agama, suku bangsa, etnis, warna kulit, model rambut, tempat tinggal, pekerjaan dll.
Indonesia mempunyai dua makna, yaitu secara geografis serta politis. Secara geografis Indonesia berarti sebagian besar wilayah yang terletak di antara 950 – 1410 BB serta 60 LU – 110 LS. Sedangkan secara politis bermakna bangsa yang hidup di dalam wilayah tersebut, bangsa yang terletak di antara 2 benua, benua Asia dan benua Australia, bangsa yang diapit 2 samudra, samudra Indonesia dan Pasifik, serta bangsa yang terbentang antara Sabang sampai Merauke.
Persatuan Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Persatuan Indonesia merupakan aspek pemersatu antar berbagai corak keragaman. Hal ini menunjukkan adanya kesatuan negara (wihdatul baldah).
Persatuan Indonesia adalah perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidaklah sempit (chauvinistis), tetapi dalam arti menghargai bangsa lain sesuai dengan sifat kehidupan bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural serta heterogen dengan berbagai stratifikasi sosial yang dimiliki seseorang. Pluralisme yang ada disatukan dengan berbagai lambang-lambang persatuan negara ataupun dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia yang berdiam dalam suatu wilayah tertentu. Kerakyatan bermakna bahwa kedaulatan yang tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat (rakyat yang berdaulat/berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah). Hal ini berarti bahwa kerakyatan berarti bahwa yang berdaulat atau yang berkuasa adalah rakyat. Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, sebagaimana disebutkan dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Bab II Pasal 1 ayat 2, yang berbunyi, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung-jawab serta didorong oleh itikad baik sesuai dengan hati nurani.
Permusyawaratan adalah suatu cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Musyawarah merupakan kebiasaan yang sudah dijalankan sejak awal kehidupan manusia. Di Indonesia musyawarah telah menjadi kebiasaan (fores) masyarakat dengan berbagai bentuknya.
Negara selalu menghadapi berbagai problematika. Dalam usaha menyelesaikan problematika, maka negara membuat kebijakan publik (public policy). Segala jenis kebijakan publik dibuat oleh lembaga-lembaga perwakilan rakyat (parlemen) dengan jalan musyawarah di antara mereka dengan dilandasi oleh hati nurani serta itikad baik untuk menyelesaikan maslah publik (public problem) tersebut.
Perwakilan adalah suatu sistem arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badan-badan perwakilan. Dewaa ini, lembaga-lembaga perwakilan yang ada adalah MPR, DPR, DPRD, Badan Perwakilan Desa (BPD). Lembaga-lembaga tersebut merupakan perkumpulan orang-orang yang mewakili rakyat pemilihnya.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan/perwakilan bahwa rakyat yang dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikirna yang sehat serta penuh tanggung-jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Atau dengan kata lain, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, memberikan kepercayaan kepada orang-orang tertentu untuk menjalankan musyawarah guna menyelesaikan berbagai problem di antara mereka.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, kemiliteran, lingkungan dan lain-lain) baik material maupun spiritual. Keadilan sosial adalah sifat masyarakat adil dan makmur berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penghisapan, bahagia lahir dan batin. Adil dapat diartikan memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu mana haknya sendiri serta tahu apa kewajibannya kepada orang lain dan dirinya.
Sosial berarti tidak mementingkan diri sendiri saja, tetapi mengutamakan kepentingan umum, tidak individualistik dan egoistik, tetapi berbuat untuk kepentingan bersama. Manusia pada dasarnya sebagai makhluk Alloh, makhluk individu, dan makhluk sosial. Pada hakekatnya manusia menginginkan agar unsur-unsur tersebut mendapat perlakuan yang baik, agar ia dapat berfungsi sebagi makhluk manusia. Suatu kemustahilan jika seorang individu hanya mementingkan diri pribadi tanpa memperhatikan kepentinga masyarakat sama sekali. Sebaliknya Karena orang hidup di masyarakat, maka juga tidak dapat melupakan kepentingannya sendiri. Ketiga peran manusia (makhluk Alloh, makhluk sosial dan individu) harus dijalankan secara seimbang.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berati bahwa setiap orang Indonesai mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945 makna keadilan sosial mencakup pula pengertian adil dan makmur.
Bangsa Indonesia dikenal masyarakat internasional sebagai bangsa yang bersifat sosial serta berlaku adil terhadap sesama manusia, meskipun belakangan ini sifat tersebut telah memudar – kalau tidak dapat dikatakan hilang sama sekali.

To be continued

Kamis, 20 Januari 2011

Tips Memilih Food Suplement Terbaik

Suplemen kesehatan ada-lah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Yang bersifat nutrisi termasuk vitamin, mineral, dan asam –asam amino, sedangkan yang bersifat obat umumnya diambil dari tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat. Pada umumnya, food suplement berasal dari bahan–bahan alami tanpa bahan kimia (harus murni) dan merupakan saripati bahan makanan.
Sebelum mengkonsumsi food Suplement tentunya anda harus yakin produk mana yang terbaik dan benar–benar anda butuhkan.
NASA menyediakan suplemen terbaik sesuai kebutuhan anda, diantaranya adalah Natural Lecithin dan Natural Chlorophyllin. Natural Lecithin berfungsi untuk mensuplai nutrisi dasar bagi metabolisme kerja tubuh yang normal, Sedangkan Natural chlorophyllin bermanfaat untuk membantu mendetoksifikasi zat–zat berbahaya atau cemaran dalam tubuh. Kedua suplemen ini terbukti mampu membantu menjaga kesehatan dan membantu penyembuhan berbagai penyakit. Dan yang terpenting adalah aman dan bisa dikonsumsi oleh semua kalangan umur.
Berikut ini tips yang dapat anda gunakan dalam memilih & menggunakan food supplement :
Sesuaikan dengan kebutuhan apakah membantu penyembuhan, menjaga stamina & kesehatan, untuk kecantikan, dan lain-lain. Jika perlu mintalah petunjuk dari pihak produsen atau ahli kesehatan.
Pelajari suplemen yang anda pilih (baca keterangan produk pada kemasan/label, buku panduan produk, leaflet produk, dan sejenisnya). Pelajari manfaat produk, komposisi bahan, dosis, indikasi, cara penyimpanan, dan petunjuk – petunjuk lain.
Jika anda sudah menemukan food supplement yang tepat, maka sangat penting untuk mengkonsumsi suplemen secara bijaksana sesuai dengan dosis yang dianjurkan
Pastikan food supplement anda aman, keterangan yang anda baca akan sangat membantu memastikan keamanan produk yang dikonsumsi.
Disiplin dan rutin dalam mengkonsumsi sesuai dosis anjuran
Periksa perkembangan setelah mengkonsumsi, yang dapat dinilai secara subyektif (yang dirasakan oleh anda sendiri) dan obyektif (diuji secara klinis maupun laboratorium). Pemeriksaan secara rutin akan sangat baik untuk memantau perkembangan anda.
Pepatah “sedia payung sebelum hujan” dan “menjaga lebih baik dari mengobati” sangat bermanfaat jika anda mengkonsumsi food supplement dengan tujuan untuk membantu penyembuhan. Setelah dinyatakan sembuh (secara subyektif & obyektif menunjukkan perkembangan yang baik) sangat disarankan tetap mengkonsumsi dengan dosis yang sesuai untuk pemulihan dan menjaga kesehatan.


From: www.naturalnusantara.co.id
Tanggal Publikasi: 08 Januari 2011, Jam : 08:55:38

Kamis, 16 Desember 2010

Sinergi NASA dengan Perguruan Tinggi

Oleh : NASA MAGAZ

Prof. Dr.Ir. Irham, MSc, Direktur Magister Manajemen Agribisnis UGM

Menurut Prof. Irham, NASA bepotensi menjadi perusahaan nasional yang cukup besar dan berperan penting dalam menentukan arah agrokompleks bangsa. “Saya kira NASA itu perusahaan yang berkembang pesat,” pendapatnya. “Saya memang tidak begitu tahu soal internal manajemennya, tapi kalau dilihat dari aktifitasnya selama ini, mereka cukup berkembang dengan baik.”

“Banyak ahli-ahli UGM dan Perguruan Tinggi dalam negeri lainnya dipakai oleh perusahaan-perusahaan asing,” provokasi Irham. “Sekarang ini kita memang dikuasai perusahaan-perusahaan asing, saya pikir NASA harus mampu sentuh itu, menjadi perusahaan agro nasional yang menginternasional,” pungkasnya pada NASA Magz
Bisnis NASA merupakan bisnis yang positif dan produk-produknya dibutuhkan pasar. “Produk-produk yang mereka kembangkan adalah produk-produk yang sedang tren. Dan menurut teori, barangsiapa menguasai tren maka mereka akan menguasai pasar,” papar ahli Ekonomi Sumberdaya Pertanian dan Lingkungan ini.
“Saya dengar mereka juga telah mengembangkan pasar hingga ke Malaysia, dengan membuka corn estate, kalau berhasil saya akan ke sana, saya ingin melihat langsung,” begitu kata Irham .
“Selain itu, kelihatannya mereka juga mulai mengembangkan ke arah penerbitan juga. Saya kira, perusahaan agribisnis yang menguasai penerbitan ini masih jarang, kalau memang demikian maka baru NASA dan itu bagus, selain untuk promosi produk-produk mereka, juga ikut mengembangkan wacana masyarakat tentang potensi agribisnis kita.”
Ke depan, menurut mantan aktivis mahasiswa ini, NASA harus banyak bersinergi dengan kalangan Perguruan Tinggi. “Banyak ahli-ahli UGM dan Perguruan Tinggi dalam negeri lainnya dipakai oleh perusahaan-perusahaan asing,” provokasi Irham. “Sekarang ini kita memang dikuasai perusahaan-perusahaan asing, saya pikir NASA harus mampu sentuh itu, menjadi perusahaan agro nasional yang menginternasional,” pungkasnya pada NASA Magz. (Vie)

Tanggal Publikasi: 16-DESEMBER-2010, Jam : 08:58:45
From : www.naturalnusantara.co.id















Modal Bukan Segalanya

Modal Bukan Segalanya

Kemarin, Senin bertepatan dengan tanggal 13 Desember 2010 atau 7 Muharom 1432 H salah seorang mengirimkan SMS, “Mas klw d tutup semua bs g ngajukn kredit br 15jt bn usahaq g tanggung malah mepet untgnx.” Orang ini sebelumnya telah bertransaksi dengan sebesar 5 juta untuk usahanya, tetapi ada kendala dalam pembayaran kembali nilai transaksi tersebut. Lantas SMS itu dibalas dengan jawaban begini, ”Mohon maaf mbak, diselesaikan sj dl kredit (pen.) yg ada. Masalah pengajuan kembali akan ada analisa tersendiri.”
Pada kesempatan kali ini saya akan sedikit menguraikan 2 SMS di atas. Saya akan berusaha untuk mendalami SMS yang pertama terlebih dahulu dengan mencoba untuk berfikir tentang apa yang ada di benak pengirim SMS (Orang Pertama). Selanjtnya saya akan mencoba untuk memahami juga pola fikir orang yang membalas SMS (Orang Kedua).
Pada saat sarana komunikasi sudah semakin canggih seperti ini. Seseorang dengan sangat mudah untuk mengirimkan pesan kepada orang lain. Hanya dalam hitungan detik, atau bahkan kurang dari itu pesan itu sudah bisa diterima oleh penerima pesan.

Pola Fikir Orang Pertama
Orang Pertama adalah seorang pelaku usaha (pengusaha) yang menjalankan usahanya dengan meminjam uang dari pihak lain untuk mengembangkan usahanya. Dengan meminjam uang dari pihak lain, ia akan dapat memutar usahanya dengan lebih cepat, sehingga akan mendatangan keuntungan yang lebih besar lagi.
Dalam menjalankan sebuah usaha, kita dapat memulai usaha itu dari modal sendiri atau meminjam kepada pihak lain. Hanya saja perlu dipertimbangkan bagaimana skala usaha yang akan kita jalankan. Apakah ia usaha mikro, kecil, menengah atau besar? Untuk setiap usaha tersebut apabila mau dijalankan dengan modal dari pihak lain, serta belum mempunyai keahlian yang kompeten akan menyebabkan bumerang bagi para pelaku usaha sendiri.
Hampir sebagian besar usaha yang ada saat sekarang ini, dimulai dengan nilai kerugian pada awalnya. Ketika usaha tersebut dimanage dengan baik, efektif dan efisien, cepat atau lambat usaha tersebut akan menghasilkan keuntungan yang maksimal.
Ketika pada awal waktu ini, kita selaku pengusaha, mesti harus mengembalikan sebagian atau seluruh dana yang kita pinjam dari pihak lain, maka akan menjadi bumerang jika kita tidak dapat mengatur arus perputaran uang (Cashflow) atas usaha kita. Bisa-bisa nanti kita malah jadi buronan pemilik dana.
Saat memulai sebuah usaha baru, mulailah dari modal yang secukupnya agar kita menjadi orang yang mempunyai keahlian, kompetensi dengan usaha kita itu baru meningkatkan struktur permodalan kita.
Pada SMS yang dikirimkan oleh Orang Pertama diketahui bahwa ia telah ada kendala dalam pengaturan perputaran uang (Cashflow) pada usahanya, terutama dalam hal pengembalian dana pinjaman yang ia dapatkan dari orang kedua.
Hal yang semestinya dilakukan oleh Orang Pertama adalah mengatur perputaran uangnya (Cashflow), mendahulukan kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (Orang Kedua), mengambil ’gaji’ sesuai dengan kondisi keuangan usahanya. Kesalahan yang sering dilakukan oleh seorang pengusaha pemula adalah mencampuradukkan uang pribadi, uang keluarga dan uang perusahaan. Hal inilah yang mesti harus dihindari oleh seorang pengusaha, agar usahanya dapat berkembang dengan pesat.
Selain itu, usahakanlah untuk memulai sebuah usaha, ketika kita belum terlalu diburu oleh kebutuhan hidup kita. Bukan saat kita sudah mempunyai kebutuhan yang sangat banyak atau sudah harus menanggung kelangsungan hidup rumah tangga. Hal inilah yang terkadang menyebabkan kita tidak mampu memisahkan 3 jenis uang tersebut (uang pribadi, uang keluarga dan uang perusahaan). Ketika kebutuhan pribadi dan keluarga mendesak untuk dipenuhi, maka jalan yang cepat adalah dengan cara mengambil uang perusahaan tanpa terkendali. Hal inilah yang menyebabkan kehancuran perusahaa yang kita dirikan.
Dalam SMS Orang Pertama juga tersirat jika pinjaman (modal) diperbesar maka untuk akan semakin besar. Sebagian besar masyarakat kita mengangggap bahwa pinjaman dana yang didapatkan dari pihak lain akan meningkatkan permodalan kita. Hal ini disebabkan karena masyarakat kita masih awam dengan laporan keuangan. Pinjaman yang kita dapatkan dari pihak lain sesungguhnya terdapat pada posisi Aktiva di Neraca Usaha kita, bukan pada posisi modal (Equity). Modal Perusahaan kita semestinya terdiri dari modal yang kita tanamkan, modal investor lain, laba yang ditahan.
Dengan adanya suntikkan dana, baik dari pinjaman atau investor lain, secara umum akan dapat meningkatkkan omzet usaha kita. Dengan adanya peningkatan omzet dan beaya yang relatif stagnan, akan dapat meningkatkan laba, sehingga laba yang kita tahan akan semakin meningkat. Sehingga, modal kita akan semakin besar.
Sebagaimana disinggung oleh Robert T. Kiyosaki, sebuah kapal yang besar memerlukan pemberat agar kapal itu dapat berjalan di tengah lautan yang ganas, tetapi sebuah perahu kecil tidak memerlukan sebuah pemberat agar perahu itu dapat berlayar di tengah lautan. Nah, begitu juga dengan perusahaan kita. Jika usaha kita masih sangat kecil tidak memerlukan pinjaman dari pihak lain agar usaha kita dapat berjalan dengan baik.
Ketika kita sudah memerlukan pemberat dalam usaha kita agar dapat berjalan dengan lebih cepat, maka berlatihlah dengan pemberat yang kecil (misal 1 juta, 2 juta dst) jangan langsung ada pemberat yangbesar (misal 1 milyar) pada usaha kita. Padahal usaha kita baru dengan modal jutaan rupiah saja, hal ini akan menyebabkan perusahaan kita langsung karam di pinggir lautan sebelum kita mau berlabuh.

Pola Fikir Orang Kedua
Dengan membaca SMS yang dikirimkan oleh Orang Kedua, saya menarik kesimpulan bahwa ia berorientasi agar Orang Pertama menyelesaikan tanggungannya terlebih dahulu, tidak memberikan jawaban ya atau boleh pada rencana kredit yang mau diajukan oleh Orang Pertama.
Hal ini bisa dipahami karena Orang Kedua setelah bekerjasama dengan Orang Pertama sudah dapat mengetahui dengan lebih baik, bagaimana usaha yang dijalankan oleh Orang Pertama.

Demikian tulisan singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Amiin.

Jumat, 08 Oktober 2010

Ekonomi Islam

EKONOMI ISLAM: PERSPEKTIF DAN CABARAN

Quantcast

Profesor Dato’ Dr. Mansor Md. Isa

Pengarah, Jabatan Pengajian Malaysia, Universiti Kaherah

PENGENALAN

Ekonomi bukanlah persoalan baru dalam Islam. Perancangan dan aktiviti ekonomi telah berlaku dalam zaman Nabi Yusuf a.s yang menjadi Menteri Ekonomi pertama di Mesir. Baginda telah meletakkan asas Ilmu Ekonomi dengan membuat satu perancangan rapi bagi memastikan negara mempunyai bekalan yang mencukupi apabila menghadapi musim kemelesetan. Namun begitu kegiatan ekonomi pada awal Islam agak terbatas dengan kegiatan jual-beli sahaja di pasaran yang mudah. Mulai abad kedua Hijrah bermulalah beberapa kajian mengenai kegiatan ekonomi secara khusus dan lahirlah tulisan-tulisan mengenai hukum riba, sistem harga, monopoli, percukaian, zakat, kewangan kerajaan dan sebagainya. Tulisan-tulisan ini membicarakan hukum hakam muamalat mengikut mazhab masing-masing.[1]

Dua tokoh yang sering disebut sebagai bapa Ekonomi Islam ialah Ibni Taymiyah (1262-1328 Masehi) dan Ibn Khaldun (1332-1406 Masehi). Ibn Taimiyah yang berpusat di Damsyik adalah terkenal dengan pandangannya mengenai harga setara, pasaran sempurna, kawalan harga, monopoli, penyorokan dan spekulasi. Manakala Ibn Khaldun pula, di dalam kitabnya yang terkenal, iaitu Mukaddimah Ibn Khaldun, menyentuh banyak perkara ekonomi seperti nilai, buruh, sistem harga, hukum permintaan dan penawaran, penggunaan dan pengeluaran, wang, modal, kewangan negara, dll. Beliau yang berasal dari Haramaut dan berpindah ke Andalus merupakan tokoh ekonomi dengan pemikiran ekonomi yang penting yang mendahului Adam Smith dengan jarak waktu 400 tahun.

Walaubagaimana pun momentum pengembangan ilmu Ekonomi Islam ini mengalami kemerosotan bersama dengan zaman kejatuhan empayar Islam yang berlaku disekitar kurun ke 13 Masehi. Inilah zaman kegelapan Islam di mana masalah politik dan sosial di kalangan umat Islam telah menjadi kucar-kacir sehingga membantutkan isnstitusi keilmuan. Para ilmuan tidak mampu lagi mengkaji dan berijtihad. Mereka hanya mampu bertaklid dan dengan rela hati menutup pintu ijtihad. Ilmu Ekonomi Islam yang yang di asaskan oleh Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun dan yang lain sebelum mereka tidak dikembangkan dan hanya tersimpan dalam kitab-kitab kuning tanpa waris untuk menyambung usaha mereka.[2]

Selepas dari tempoh ini penumpuan ilmu beraleh ke Barat. Lahirlah tokokh ilmu ekonomi Barat seperti Adam Smith (1723-1790), David Ricardo (1772-1823), J.S. Mills (1806-1873), Irving Fisher (1867-1947), John Maynard Keynes (1883-1946), dan lain-lain. Cendikiawan dari negara Islam pula menghala ke Barat untuk menuntut ilmu yang kemudiannya diterapkan amalannya di negara masing-masing. Zaman kejatuhan kegemilangan Islam juga berganti dengan zaman penjajahan kuasa Barat ke atas negara-negara Islam. Maka dengan strategi serampang dua mata ini, iaitu melalui penjajahan politik dan penjajahan ilmu, boleh dikatakan kesemua negara Islam kini mengamalkan sistem pemerintahan dan sistem ekonomi Barat yang dikatakan sekular itu.

Natijah daripada sejarah pengembangan ilmu yang yang tebantut itu, persoalan yang mendepani kita ialah apa dia dan di mana dia Ekonomi Islam? Adakah sistem ekonomi Barat sesuai di amalkan oleh umat, negara dan masyarakat Islam dengan pengubahsuaian yang sewajarnya (proses Islamisasi)? Atau, adakah Ekonomi Islam itu merupakan satu bidang ilmu yang sama-sekali berlainan dari Ekonomi Barat sehinggakan tidak mungkin ianya diubahsuai daripada acuan ekonomi konvensional? Pendekatan kedua ini kurang praktikal kerana adanya tempoh beku dalam ilmu ekonomi Islam selepas zaman Ibn Khaldun. Pendekatan pertama lebih mudah dan lebih praktikal memandang kepada kemantapan dari segi teori dan amalan ekonomi konvensional. Para ilmuan Islam boleh menggunakan ekonomi konvensional sebagai titik tolak dan membuat penyaringan untuk mengambil perkara yang dibenarkan Islam, mengubahsuai perkara yang tidak sesuai dan menolak yang jelas tidak dibenarkan.

PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM: BEBERAPA ISU

Teori Penggunaan

Apabila membicarakan mengenai ilmu ekonomi kita sebenarnya membicarakan gelagat manusia untuk memenuhi keinginannya yang tiada berbatas dengan menggunakan sumbernya yang terbatas. Manusia (atau pengguna) kemudiannya dikembangkan pula kepada entiti yang lebih luas, iaitu firma dan kerajaan. Inilah definisi asas Ilmu Ekonomi. Ekonomi Islam pula boleh diberi definisi berikut: Satu bidang ilmu yang mengkaji gelagat pengguna yang mempunyai keinginan yang tidak terhad menggunakan sumbernya yang terhad bagi mendapatkan pahala yang maksimum (kebahagian di dunia dan akhirat).

Apabila kita membuat perbandingan di antara dua definisi di atas, kita dapati bahawa Islam mengutamakan pahala maksimum bukannya kepuasan maksimum. Disamping itu Islam juga percaya bahawa setiap manusia itu diperuntukkan rezkinya oleh Tuhan. Saya berpendapat definisi konvensional lebih mudah kerana kita memahami proses yang berlaku bagi seorang pengguna dalam memuaskan kehendaknya. Kita juga boleh memodelkan apa yang dimaksudkan dengan ”penggunaan” yang membawa kepada pencapaian ”kepuasan” atau dalam bahasa ekonomi disebut ”utiliti”. Model ini merupakan asas kepada teori permintaan dalam ilmu ekonomi konvensional.

Ekonomi Islam pula menyebut objektif penggunaan sebagai mencapai pahala maksimum (atau untuk mencpai kebahagiaan di dunia dan di akhirat). Dalam hal ini pahala adalah urusan Tuhan yang merupakan fungsi kepada beberapa variable lain yang abstrak seperti keikhlasan, niat, situasi, dan lain-lain. Bagaimanakah objektif penggunaan ini hendak dimodelkan sehingga ia boleh membawa kepada teori permintaan? Walaupun ada percubaan untuk memodelkan fungsi permintaan Islam ini tetapi sehingga kini belum diterima dengan meluas.

Teori Pengeluaran

Unsur yang paling penting dalam menetukan teori penawaran ialah hasrat manusia untuk mendapat untung yang maksimum. Oleh itu firma akan menjalankan segala usahanya untuk mencapai jumlah hasil yang maksimum dengan kos yang minimum. Objektif memaksimumkan untung ini merupakan idea ciptaan Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations yang diterbitkan dalam tahun 1776. Beliau mengutarakan pandangan bahawa setiap manusia didorong oleh ”suatu tangan yang tidak kelihatan” untuk melakukan sesuatu perkerjaan yang pada zahirnya nampak mulia, tetapi sebenarnya orang itu melakukannya untuk mendapat untung bagi dirinya sendiri. Pengusaha kilang kasut, contohnya, bukanlah berniat untuk menyediakan pakaian kepada orang ramai, tetapi beliau membuat kasut demi mencari keuntungan untuk dirinya sendiri.

Lihat petikan di bawah daripada ”The Wealth Of Nations”:

…every individual necessarily labours to render the annual revenue of the society as great as he can. He generally, indeed, neither intends to promote the public interest, nor knows how much he is promoting it. By preferring the support of domestic to that of foreign industry, he intends only his own security; and by directing that industry in such a manner as its produce may be of the greatest value, he intends only his own gain, and he is in this, as in many other cases, led by an invisible hand to promote an end which was no part of his intention. Nor is it always the worse for the society that it was no part of it. By pursuing his own interest he frequently promotes that of the society more effectually than when he really intends to promote it. I have never known much good done by those who affected to trade for the public good.

Ramai para ilmuan Ekonomi Islam mempertikai objektif memaksimumkan untung ini dengan menekankan bahawa ianya bercanggah dengan Islam. Objektif ini digambarkan sebagai sesuatu yang tidak bermoral, malah boleh membawa kepada amalan kegiatan haram seperti penindasan, riba, penipuan dan sebagainya. Pengeluar Islam boleh menjadikan keuntungan yang berpatutan sebagai objektifnya, tetapi harus juga mengambil kira aktiviti ekonomi sebagai suatu ibadat yang harus disertai dengan niat yang ikhlas. Selain dari itu pengeluar Islam juga harus memenuhi tuntutan fardhu kifayah dan mematuhi prinsip-prinsip syariah seperti, keadilan, khidmat masyarakat, keuntungan yang sederhana, dan sebagainya. Dapat dilihat bahawa ruanggerak pengeluar Islam mempunyai batasan-batasan yang lebih berbanding dengan kawannya yang konvensional. Adakah kekangan yang banyak ini menjejaskan kemampuan pengeluar Islam untuk bersaing dengan rakannya yang konvensional?

Dari segi teori, Metwally (1989) telah memasukkan factor zakat dalam analisis keluk hasil dan kos dan mendapati titik keseimbangan pengeluar Islam adalah lebih tinggi berbanding pengeluar konvensional. Ini bermakna jika pengeluar Islam sememangnya mematuhi kehendak Islam maka kesejahteraan yang dicapai oleh masyarakat Islam seharusnya lebih baik daripada masyarakat bukan Islam. Namun begitu kita harus ingat bahawa kebagusan sesuatu teori harus dilandaskan keatas amalan yang berfaedah. Dan ini memerlukan kajian empirikal yang khusus dan teliti.

Faktor Pengeluaran

Dalam bidang agihan pendapatan Ekonomi Islam menggariskan adanya pulangan kepada faktor pengeluaran dan juga ada habuan untuk bukan faktor. Ekonomi Islam hanya mengiktiraf tiga faktor pengeluaran iaitu, Manusia, Tanah dan Pengusaha. Ini berbeza daripada Ekonomi konvensional yang menyatakan ada empat faktor pengeluaran, iaitu Boroh, Tanah, Modal dan Pengusaha (ada juga penulis yang menjadikan Teknologi sebagai faktor pengeluaran kelima). Walaupun terdapat tiga faktor yang bersamaan, namun terdapat perbezaan yang ketara mengenai pendekatan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam terhadap faktor-faktor ini.

Tanah merangkumi segala kekayaan dan khazanah yang terdapat di bumi laut dan udara. Ini adalah anugerah Tuhan kepada manusia. Ekonomi konvensional hanya menyebut manusia harus mengambil kekayaan bumi ini dan menggunakannya atau memprosesnya untuk menjadikan barang penggunaan selagi mana ada permintaan untuknya. Islam juga menggalakkan manusia menikmati kekayaan ini, tetapi ada batasan dan syaratnya, seperti tidak merosakkan alam, tidak mengeluarkan barang haram, dan sebagainya. Mengenai faktor Tanah, nampaknya tiada perbezaan yang ketara di antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.

Bagi faktor Modal dan Pengusaha, terdapat perbezaan yang penting di antara pendekatan ekonomi konvensional dan ekonomi Islam yang mempunyai implikasi yang besar. Mengenai Modal, Islam tidak tidak mengiktiraf modal pinjaman sebagai faktor pengeluaran tetapi hanya mengiktiraf modal ekuiti, manakala ekonomi Islam mengiktiraf hutang dan ekuiti sebagai sumber modal yang penting. Malah terdapat teori gelagat firma yang agak mantap mengenai campuran modal, iaitu adanya campuran yang optimum di antara hutang dan ekuiti. Disebabkan ilmuan ekonomi Islam kini sudah sependapat bahawa faedah keatas pinjaman adalah riba, maka perbincangan mengenai campuran modal dalam perniagaan Islam tidak releven kerana kesemua pembiayaan firma adalah melalui ekuiti. Adakah ini meletakkan firma Islam dalam keadaan kurang berdaya saing kerana pada teorinya, kos modal ekuiti adalah lebih tinggi daripada kos hutang.

Seperkara yang perlu diberi perhatian oleh ilmuan ekonomi Islam ialah amalan menyamatarafkan Modal Ekuiti dan Pengusaha (tanpa modal) dalam tuntutan ke atas keuntungan firma. Prinsip inilah yang mendasari amalan mudarabah oleh perbankan Islam di mana bank akan menyediakan wang modal dan Pengusaha akan menyumbangkan usaha dan kemahiran pengurusanya. Kedua-dua pihak akan berkongsi keuntungan yang terhasil, manakala kerugian sepenuhnya ditanggung oleh bank. Ini berbeza daripada ekonomi konvensional yang mengiktiraf penyumbang modal ekuiti sebagai pemilik firma manakala Pengusaha tanpa modal sebagai pekerja.

Persoalannya di sini ialah model mudarabah dalam pembiayaan firma telah menemui kegagalan. Ini telah dibuktikan daripada data-data sejarah perbankan Islam di Malaysia dan di negara lain. Kegagalan ini mudah diterangkan: Pengusaha (Islam atau bukan Islam) akan cenderung untuk menggunakan pembiayan mudarabah untuk projek berisiko tinggi, dan menggunakan pembiayaan konvensional untuk projek berisiko rendah.[3]

Ekonomi Tanpa Faedah

Pada hari ini nampaknya ilmuan Islam tidak lagi membincangkan status halal atau haramnya faedah bank, sebaliknya telah sepakat menerima bahawa faedah bank adalah riba dan ianya haram dalam Islam.[4] Namun begitu amalan ekonomi berasas faedah begitu meluas dan merangkumi sistem ekonomi yang menyentuh individu, firma dan juga kerajaan. Serentak dengan pengharaman faedah, maka banyak aspek ilmu ekonomi perlu ditulis semula. Ini termasuklah konsep nilai masa wang, mekanisma hutang untuk individu firma dan kerajaan, operasi bank pusat, dan sebagainya.

Sebagai contoh, kadar faedah digunakan sebagai sendi untuk menerangkan gelagat manusia mengagihkan pendapatan dan perbelanjaan mengikut masa. Kadar faedah juga amat penting dalam analisis pelaburan, untuk mendapatkan nilai kini dan nilai hadapan pelaburan dan membuat perancangan pelaburan. Kadar faedah adalah penentu asas kepada kadar diskaun dan kadar kompaun dalam pengiraan nilai masa wang ini. Apakah kadar yang hendak digunakan jika faedah dikeluarkan daripada kamus ekonomi kewangan Islam?

Satu lagi implikasi penting ialah penghapusan pasaran bon. Pasaran bon digunakan dengan meluas oleh korporat dan kerajaan untuk mendapatkan dana bagi membiayai projek-peojek pelaburan. Firma yang ingin menambah modal atau membiayai projek pelaburan tiada pilihan melainkan menerbitkan ekuiti tambahan. Ini semestinya merupakan kekangan terhadap operasi firma. Kerajaan juga tidak lagi dapat menerbitkan bon kerjaan bagi membiayai projek pembangunan. Jika negara mengamalkan belanjawan kurangan, sumber kewangan yang terbuka adalah pencetakan wang tambahan dan ekuiti (Habibi 1987). Tapi apakah dia ekuiti kerajaan itu, dan apakah tarikan pelabur untuk melanggannya?

Bank pusat menggunakan mekanisma operasi pasaran terbuka untuk mengawal penawaran wang dalam ekonomi. Penghapusan faedah bermakna Bank Pusat perlu mendapatkan alternatif lain. Dalam hubungi ini para ilmuan Islam telah mengutarakan berbagai pilihan untuk kerajaan mengamalkannya. Berbagai pandangan telah diutarakan, terutama oleh Siddqi (1970), Iqbal dan Khan (1981) dan Chapra (1985). Di antara mekanisma yang dicadangkan termasuklah Nisbah Pembiayan Semula, Nisbah Perkongsian Untung, Nisbah Rizab dan Sijil Simpanan Pusat.

Di Malaysia usaha memartabatkan perbankan Islam menunjukkan kejayaan yang terhad. Ia dimulai dengan penggubalan Akta Perbankan Islam 1983 yang menubuhkan bank Islam hinggalah kepada beberapa pindaan akta-akta berkaitan bagi membolehkan bank-bank konvensional turut membuka kaunter yang menawarkan perkhidmatan perbankan dan kewangan Islam. Di samping itu, pelbagai infrastruktur dan prasarana sokongan kepada industri perbankan Islam turut diperkenalkan seperti penubuhan syarikat takaful dan mewujudkan pasaran modal Islam. Hingga kini terdapat 30 institusi kewangan dan perbankan menawarkan produk dan perkhidmatan berasaskan syariat Islam. Malangnya jika diukur daripada jumlah keseluruhan penguasaan pasaran perbankan, industri perbankan Islam hanya menguasai sekitar 12 peratus daripada keseluruhan pasaran dana perbankan (Laporan Tahunan Bank Negara 2005).

Kesimpulan

Kertas ini tidak bertujuan untuk mengupas secara menyeluruh isu mengenai perspektif dan cabaran ekonomi Islam. Objektif kertas ini hanyalah memberi beberapa pandangan mengenai beberap isu yang mendasari ekonomi Islam. Persoalan pokok yang hendak diutarakan ialah sama ada ilmu ekonomi Islam pada hari ini mampu menyediakan satu alternatif yang lebih baik dari ekonomi konvensional. Jawapan yang didapati adalah tidak menyakinkan. Setakat ini ekonomi Islam masih ditahap pengkajian dan percubaan. Ini merangkumi keseluruhan kerangka ilmu ekonomi daripada ekonomi mikro kepada ekonomi makro, daripada teori utiliti kepada teori ekonomi pembangunan dan kebajikan.

Terdapat banyak cabaran yang harus dilalui oleh para cendikiawan Islam untuk mengembangkan dan memantapkan ilmu ekonomi Islam. Setelah menjadi mantap ia harus pula diyakinkan kepada penggunanya, iaitu individu, negara dan masyarakat Islam. Cabaran yang amat nyata di sini ialah ekonomi konvensional itu sendiri telah berakar umbi dikalangan individu dan negara, Islam dan bukan Islam, dan diamalkan secara meluas dan menyeluruh, walaupun terdapat beberapa kelemahan dalam perlaksanaannya. Islamisasi yang menyeluruh hendaklah dilakukan ke atasnya.

Satu contohnya yang khusus ialah mengenai perbankan Islam. Kajian empirikal mengenai prestasi perbankan Islam di Malaysia dan negara lain yang mengamalkan dwi sistem mendapati produk perbankan Islam mempunyai tahap kecekapan yang kurang berbanding dengan produk perbankan konvensional. Model mudarabah dalam pembiayaan perniagaan adalah satu kegagalan tetapi penulisan mengenai perbankan Islam masih menekankan ianya adalah sesuatu yang baik. Para penyokongnya mengatakan kelemahan adalah pada perlaksanaan bukan pada modelnya. Apa baiknya sesuatu model jika tidak dapat diamalkan?

Seperkara yang perlu diberi pertimbangan ialah perlunya gabungan para ilmuan dua bidang, iaitu ekonomi konvensional dan ekonomi syariah. Ini adalah perlu kerana bidang pengajian dewasa ini amat menekankan pengkhususan sehingga seseorang itu menjadi pakar dalam bidang yang amat kecil skopnya. Mana-mana satu golongan secara bersendirian amat sukar untuk menghasilkan model ekonomi Islam yang tahan diuji apabila berhadapan dengan ekonomi konvensional.

Rujukan

  1. Sarimah Hanim Aman Shah, ”Ekonomi dari Perpektif Islam”, Penerbit Fajar Bakti, 2006.
  2. Virginia Hooker and Amin Saikal (editors), ”Islamic Perspectives on the New Millenium”, ISEAS, 2004.
  3. Azlan Khalil Shamsudin dan Siti Khursiah Mohd Mansor, “Pengantar Ekonomi Islam”, iBook, 2006.
  4. Surtahman Kastin Kasan dan Sanep Ahmad, “Ekonomi Islam: Dasar dan Amalan”, Dewan Bahasa dan Pustaka, Edisi Kedua, 2005.
  5. Mustafa Dakian, “Sistem Kewangan Islam”, Utusan Publications, 2005.

[1] Surtahman K.H. dan Sanep Ahmad, Ekonomi Islam: Dasar dan Amalan, DBP, 2005, xx-xxi.

[2] Op. cit., halaman xxiii.

[3] Dalam ilmu ekonomi konvensional perkara ini dikaitkankan dengan teori ”adverse selection” dan ”moral hazard”.

[4] Isu ini hangat diperkatakan pada dekat 70an dan 80an kerana adanya beberap perkara yang meragukan bahawa faedah bank adalah amalan yang sama dengan riba yang diharamkan dalam Islam.


Sumber: sujanuhm.wordpress.com

Minggu, 31 Mei 2009

Manusia Vs Syaithan


MANUSIA VS Syaithan
Tatkala Alloh menciptakan Adam, serta memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadanya, maka menolaklah Iblis karena kesombongan yang ada dalam dirinya.
Iblis berkata, ‘Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, sungguh aku akan menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur’. (QS. Al A’raaf, 6 : 16-17)
Dalam kehidupan manusia senantiasa dalam incaran syaithan, agar syaithan-syaithan itu dapat menjerumuskan manusia dari jalan kebenaran (al haq). Manusia hidup selalu dikepung oleh syaithan. Dalam pepatah Jawa disebutkan ”Wong urip (anak putu Adam) dikepung wakul binoyo mangap dening setan”. Syaithan selalu berusaha agar manusia menyimpang dari jalan yang lurus.
Yang dimaksud dengan jalan yang lurus ialah setiap kebaikan yang mengantarkan kepada keridhaan Alloh seperti hijrah, jihad fii sabilillah (menegakkan kebenaran Al Qur’an dan Sunnah Rasul, termasuk di dalamnya menegakkan keadilan dan kejujuran (akhlaq karimah) dan seluruh ketaatan lainnya yang diridhai Alloh SWT.
Syaithan dalam usaha menjerumuskan manusia dapat melalui arah depan atau belakang. Maksudnya syaithan mendatangi mereka dari segala arah, guna mengelincirkan manusia dari jalan ketaatan, dan syaithan pun memfariasikan kesesatan dalam berbagai bentuk dan warna bagi manusia sehingga ia dapat menjerumuskan manusia ke dalam berbagai kemaksiatan.
Ibnu Abbas r.a. berkata, ”Manusia dihadang/didatangi dari muka supaya manusia menjadi bimbang ragu terhadap kehidupan akhirat dan dari belakang, manusia supaya sangat mencintai dunia (harta, tahta, dan wanita). Dari kanan, manusia dibuat malas terhadap berbagai perintah agama dan meremehkannya. Sedangkan dari kiri, manusia didorong untuk berbuat maksiat”.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa jalan kebaikan akan selalu dihalang-halangi oleh syaithan, sedangkan jalan keburukan dijadikan indah dalam pandangan manusia oleh syaithan. Dalam ayat itu tidak dikatakan ’dari atas manusia’. Ibnu Abbas r.a. menerangkan, ”karena rahmat Alloh turun dari atas mereka (manusia)”.
Sebagai manusia, kita harus senantisa berlindung kepada Alloh SWT dari godaan syaitan, karena syaithan sungguh lihai dan cerdas dalam langkah-langkah untuk menjerumuskan manusia. Dalam proses menjerumuskan manusia, syaithan melakukannya secara perlahan-lahan dan halus, setelah kita merasakan keburukan itu sebagai sebuah kebiasaan, kenyamanan dan kenikmatan maka syaithan melangkah pada tahap-tahap selanjutnya. Dalam sebuah hadits marfu’ disebutkan sebuah do’a yang perlu kita panjatkan agar kita terhindar dari bujuk rayu syaithan.
”Ya Alloh, aku memohon kepada-Mu ampunan dan kebaikan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan kekayaanku. Ya Alloh, tutupilah hal yang memalukan dari diriku, selamatkanlah aku dari rasa takut, jagalah aku dari depan, belakang, kanan dan dari atasku. Dan aku berlindung kepada-Mu, ya Alloh, dari kebinasaan dari bawahku (gempa bumi, ranjau). (menurut Waki’i)
Setelah mendapatkan segudang kenikmatan, manusia cenderung kufur atas nikmat yang telah diberikan oleh Alloh kepadanya. Dalam ayat itu Alloh sebutkan ’Dan Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur’. Ucapan Iblis ini hanya merupakan dugaan dan sangkaan mereka, dan dalam kebanyakannya, hal ini memang benar.
Alloh SWT berfirman, ”Dan sesungguhnya Iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian orang-orang yang beriman. Dan tidak ada kekuasaan (Iblis) terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya akhirat, dan siapa yang masih ragu-ragu tentang (akhirat) itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (QS. Saba’ 34 : 20-21).
Disampaikan oleh : Ustadz Kusnan Hadi, Pengurus MUI kecamatan Imogiri Bantul