Adsense

Selasa, 28 April 2009

Menjemput Jodoh

MENJEMPUT JODOH

Rezeki, jodoh dan kematian adalah rahasia Alloh SWT bagi hamba-hamba-Nya. Dalam masalah jodoh (pasangan hidup) adalah sesuatu yang perlu diusahakan (takdir ikhtiari). Alloh SWT telah menyiapkan pasangan bagi setiap insan, tetpai siapa namanya, alamatnya dimana, tergantung pada usaha masing-masing individu.


A. Agar Jodoh Segera Datang

Menanti datangnya jodoh tanpa suatu usaha untuk mendapatkannya dengan cara-cara yang halal merupakan tindakan yang sepantasnya dilakukan oleh setiap Muslim. Agar jodoh yang diharapkan segera kunjung ketemu, maka kita perlu untuk:

1. Meningkatkan kualitas iman dan ilmu

Pada umumnya, manusia menginginkan untuk tetap dalam kebaikan. Orang tua juga tetap menginginkan agar anak-anaknya, setelah menikah dengan pasangannya, tetap dalam kebaikan. Bahkan penjahat sekalipun tidak menginginkan anaknya nanti mengikuti jejak orang tuanya. Dari gambaran umum ini, kita dapat mengetahui bahwa, setiap orang menyukai orang-orang yang baik (sholeh).

Ilmu pengetahuan juga akan dapat mengangkat derajat seorang Mu'min di sisi Alloh SWT. Di samping itu ilmu pengetahuan juga diperlukan dalam menghadapi kehidupan rumah tangga nantinya.

Rasululloh SW bersabda:

"Siapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, Alloh akan memudahkan baginya jalan menuju syurga. Para malaikat selalu meletakkan sayapnya menaungi orang-orang yang menuntut ilmu karena senang dengan perbuatan mereka. Seorang alim dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi, serta ikan-ikan di dalam air. Kelebihan seorang 'alim (berilmu) dengan ahli ibadah bagaikan kelebihan sinar bulan atas bintang-bintang." (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi).

2. Meningkakan Penampilan

Manusia mempunyai kecenderungan pada hal-hal yang indah. Keindahan seseorang terpancar dari kerapian dan kebersihannya. Pakaian merupakan bentuk pemancaran dari sifat kerapian dan kebersihan pribadi. Pakaian yang kita pakai tidak harus yang mahal atau up to date.

Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia mempunyai kecenderungan pada hal-hal yang indah. Keindahan itu dapat terpancar dari kerapian dan kebersihan seseorang. Sekalipun tidak begitu cantik, namun seorang wanita yang berpakaian rapi, bersih dan sopan, akan terlihat indah dan sangat berwibawa. Begitu juga laki-laki yang tidak begitu ganteng, namun dengan pakaian rapi, bersih dan sopan, akan tampak menarik dan berwibawa.[1]

Hal ini terpancar lewat pakaian yang dikenakannya ketika keluar dari rumah. Sekalipun pakaiannya terlihat up to date serta mahal, tetapi jika tidak dapat menutup tubuhnya, jelas hal ini bertolak belakang dengan gemerlap kemewahan yang ditampakkannya.

Yang tak kalah pentingnya, tampakkan wajah berseri dan penuh persahabatan. Wajah berseri seolah menunjukkan pada dunia kesan damai, aman dan tenteram. Sebaliknya wajah masam dan merenggut (seolah sarat beban) akan menimbulkan kesan buruk dan tidak bersahabat. [2]

3. Bergaul dengan orang-orang yang baik

Teman bergaul sangat besar pengaruhnya pada pembentukan mental seseorang. Di samping itu teman bergaul juga menentukan penilaian masyarakat. Ketika kita bergaul dengan para penjudi maka masyarakat akan mempersepsikan diri kita sebagai penjudi. Begitu juga jika teman-teman kita orang-orang yang aktif berdakwah, maka kita akan dipersepsikan sebagai orang-orang yang aktif dalam medan dakwah.

Lingkungan pergaulan pengaruhnya sangat besar dalam pembentukan mental seseorang. Bahkan memberikan pengaruh pada penilaian masyarakat, artinya sekalipun kita baik, namun jika bergerombol dengan ahli judi dan mabuk-mabukan, maka tetap saja, kita dianggap sama dengan mereka dan tidak mustahil lambat-laun akan terpengaruh juga. Terbukti banyak anak yang di keluarganya baik, namun setelah terjun di lingkungan pergaulan , mereka jadi beringas dan garang. Karena itu, hendaklah senantiasa berada di lingkungan pergaulan yang islami.[3]

Rasululloh SAW bersabda, ”Seseorang itu mengikuti agama sahabat karibnya.oleh karena itu hendaknya diperhatikan dengan siapakah ia berteman karib” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi).

Rasululloh juga pernah memberikan perumpamaan dalam memilih sahabat.” Perumpamaan sahabat yang baik dan buruk itu bagaikan pembawa misk (minyak kasturi) dan peniup api. Pembawa misk ada kalanya memberi kepadamu, atau kamu membeli kepadanya, atau kamu dapat mencium bau harumnya. Sedangkan peniup api, kalau tidak membakar pakaianmu maka kamu akan mendapatkan bau busuk darinya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang sahabat yang baik akan senantiasa memberikan nasihat. Pada generasi shahabat, kita dapat melihat persaudaraan antara Salman Al Farisi dengan Abu Darda’, Abu Juhaifah bin Abdulloh r.a. pernah bercerita bahwa Nabi SAW telah mengikat persaudaraan Islam antara Salman Al Farisi dengan Abu Darda’. Ketika Salman berziarah (berkunjung) ke rumah Abu Darda’, dilihatnya Ummu Darda’ mengenakan pakaian kerja yang kusut masai. ”Mengapa engkau tidak berhias?” tanya Salman. ”Saudaramu, Abu Darda’, sudah tidak butuh lagi pada dunia,” jawab Ummu Darda’. Kemudian datanglah Abu Darda’. Tatkala dihidangkan makanan, ia berkata, ”Makanlah, aku sedang puasa.” ”Aku tidak akan makan jika engkau tidak makan”, jawab Salman. Akhirnya mereka makan berdua. Tatkala malam tiba dan telah datang waktu tidur, Abu Darda’ bangun hendak shalat malam, tetapi segera dicegah oleh Salman, ”Tidurlah”, kata Salman. Mereka pun tidur. Ketika tiba akhir malam, Salman membangunkannya. ”Kini saatnya sholat bermalam dan ia pun menunaikan sholat malam. ”Sesungguhnya, bagi Rabbmu ada hak dan atas badanmu ada hak dan bagi keluargamu ada hak. Maka tunaikanlah hak masing-masing”, kata Salman kemudian. Tatkala berita itu sampai kepada Rasululloh SAW, beliau bersabda, ”benar Salman”. (HR. Bukhari).

Demikian juga persahabatan Salman Al Farisi dengan Abdulloh bin Salam.

Sa’id bin Musayyab menceritakan bahwa pada suatu saat salah seorang di antara mereka berkata kepada yang lain, ”Apabila Engkau mati sebelum aku, maka temuilah aku dan beritahukan kepadaku tentang apa yang telah Engkau terima dari Rabb-mu. Demikian pula, apabila aku mati sebelum Engkau, maka aku akan menemuimu dan akan memberitahukan kepadamu tentang hal itu.” Temannya bertanya, ”Bisakah yang sudah mati menemui orang yang masih hidup?” Bisa, sebab ruh mereka dalam syurga dapat pergi ke mana saja ia suka,” jawabnya. Ketika salah seorang di antara keduanya meninggal, ruhnya menemui teman yang masih hidup di waktu tidur dan berkata, ”Bertawakkallah Engkau kepada Alloh. Sesudah itu cukuplah Engkau merasa bahagia dengan hidupmu di dunia ini.” [4]

Seorang sahabat bertanya kepada Rasululloh SAW, ”Siapakah sahabat yang paling baik bagi kami?” ”Seseorang yang apabila kamu melihatnya, kamu akan teringat kepada Alloh SWT. Apabila kamu mendengar pembicaraannya pengetahuanmu mengenai Islam akan bertambah. Dan apabila kamu melihat kelakuannya, kamu akan teringat hari akhirat.” [5]

B. Tempat Jodoh yang Baik

Kita dapat saja bertemu daengan calon pasangan di mana saja. Di tempat kuliah, kursus, pasar, mall, bus, kereta api dll. Tetapi untuk mendapatkan jodoh yang baik, tentu saja bisa ditemukan di tempat-tempat yang baik pula. Susah dech untuk mendapatkan jodoh yang baik kalau mencarinya di night club. Adapun tempat-tempat untuk mendapatkan jodoh yang baik antara lain adalah:

a. Lembaga-Lembaga Pendidikan yang Islami

Pada saat sekarang lembaga pendidikan Islami baik formal maupun nonformal sangat banyak. Meski tidak ada jaminan bahwa seluruhnya baik. Sambil belajar kita bisa saja menemukan jodoh di tempat ini ataupun dengan para ustadz/ah di lembaga pendidikan tersebut.

b. Majelis-majelis Ta’lim

Majelis ta’lim merupakan majelis yang sangat mulia, karena yang hadir akan senantiasa mendapat curahan rahmat serta disebut namanya oleh Alloh SWT. Orang-orang yang datang ke majelis-majelis ta’lim pada dasarnya berusaha untuk memperbaiki hati serta untuk menimba ilmu pengetahuan. Orang yang aktif menghadiri majelis-majelis ta’lim akan selalu berusaha untuk mendekatkan hubungan dengan Alloh SWt, serta memiliki akhlaq yang terpuji.

Rasululloh SAW bersabda, ”Tidak ada suatu kaum yang mengingat Alloh dalam suatu majelis melainkan malaikat akan berkerumun mengelilingi, rahmat akan bercucuran ke atasnya dan Alloh akan mengingati mereka dalam majelis para malaikat. Adakah suatu kehormatan yang lebih terhormat bagi para mu’min, daripada yang Alloh SWT berikan dengan mengingati mereka dalam majelis-Nya?” Dalam sebuah hadits Rasululloh SAW bersabda, ”Sekumpulan malaikat diutus kepada orang-orang yang mengingat Alloh SWT dengan ikhlas, kemudian mereka berkata, Alloh telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan telah mengantikan amalanmu yang buruk dengan yang baik.[6]

Rasululloh SAW bersabda, ”Apabila kalian melewati taman-taman syurga, maka ambillah selalu hasilnya.” Para sahabat bertanya, ”Apakah taman-taman syurga itu ya Rasululloh?” Beliau menjawab, ”Majelis-majelis ilmu.” [7]

Dalam hadits lain Rasululloh SAW bersabda, ”Sesungguhnya Luqman al Hakim berkata kepada anaknya, ”Wahai anakku, hendaknya Engkau menyertai para ulama dan dengarkan ucapan-ucapan ahli hikmah, karena sesungguhnya Alloh SWT menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan tanah yang mati dengan air hujan.”[8]

Abu Hurairah r.a. berkata, ”Suatu majelis yang mengingat dan membesarkan Alloh SWT akan memancarkan nur yang dapat dilihat oleh ahli-ahli langit sebagaimana bintang-bintang bercahaya dilihat ahli-ahli bumi.”[9]

Pernah dalam suatu peristiwa, Abu Hurairah pergi ke pasar dan mengumumkan kepada semua orang, ”Wahai saudara-saudara, mengapa kamu duduk-duduk saja di sini padahal warisan Rasululloh SAW sedang dibagi-bagikan di masjid, tetapi tidak ada satu barang pun yangs sedang dibagikan di sana, sehingga mereka pulang dengan hati kesal. Abu Hurairah r.a. bertanya, ”Ada apa di sana?” jawab mereka, ”Sebagian orang sedang membaca al Qur’an dan sebagian lainnya sedang berdzikir memuji dan membesarkan Alloh.” Abu Hurairah r.a. berkata, ”Itulah yang dimaksud dengan warisan Rasululloh SAW.”[10]

Orang-orang yang aktif menghadiri majelis-majelis ta’lim adalah orang-orang yang berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada Alloh SWT serta untuk mensucikan hatinya. Dengan hal itu, orang-orang yang aktif di majelis-majelis ta’lim merupakan orang-orang yang sholeh/sholehah, sehingga mereka adalah calon pendamping hidup/pasangan yang baik.

c. Tempat Kerja yang Islami

Pada saat sekarang tempat kerja/lapangan kerja yang Islami, sudah berkembang di berbagai daerah dan sektor kehidupan. Tempat-tempat kerja yang islami seperti perbankan syari’ah, koperasi syari’ah, lembaga pendidikan Islam, rumah sakit Islam atau perusahaan-perusahaan yang menerapkan pola Islam, tentu akan membawa para karyawan/pegawainya pada nuansa Islami, maka mendapatkan jodoh di tempat kerja seperti ini cukup ideal.

d. Organisasi Islam

Organisasi yang berbasis Islam akan membimbing para anggotanya untuk senantiasa hidup sesuai dengan jalan hidup yang Islami, sehingga para anggotanya mempunyai ghirah (semangat) jihad yang tinggi serta selalu berusaha untuk menegakkan kalimatulloh di muka bumi.

Dalam organisasi Islam antara ikhwan (putra) dengan akhwat (putri) terpisah meski komunikasi dan kerjasama tetap dijaga. Di samping itu organisasi da’wah tetap peduli dengan kebutuhan para anggotanya untuk mendapatkan jodoh, tentu saja tanpa ada pemaksaan terhadap hak-hak individu anggota.



[1] Abu Al Ghifari, Bila Jodoh Tak Kunjung Datang, Bandung: Mujahid Press, 2002., h. 71.

[2] Ibid., h. 72.

[3] Ibid., h.72.

[4] Cahyadi Takariawan, Pernik-Pernik Rmah Tangga Islami, Surakarta: Era Intermedia, 2004.

[5] Targhib dalam Al Kandahlawi, Muhammad Zakariya, Himpunan Fadhilah Amal, Yogyakarta: Penerbit Ash Shaff, 2000., h. 381.

[6] Al Kandahlawi, Muhammad Zakariya, Himpunan Fadhilah Amal, Yogyakarta: Penerbit Ash Shaff, 2000., h. 381.

[7] HR. Thabrani, Targhib. Op. Cit., h. 380.

[8] Targhib dlm Ibid..

[9] Op.Cit., h. 381.

[10] Ibid.

Senin, 27 April 2009

Hakikat Cinta

Perasaan cinta kepada Alloh merupakan dasar untuk menjadikan amal yang sholeh dan ibadah yang benar. Amal perlu dilandasi oleh perasaan cinta, tanpa rasa cinta, amal akan menjadi rusak. Cinta kepada Alloh melahirkan sikap rela, ridha dan ikhlash dalam beribadah, melaksanakan semua perintah-Nya. Bahkan rasa cinta mampu untuk membangkitkan semangat berkurban (tadhiyah) baik harta maupun jiwa (amwal wa anfus) dalam rangka mengikuti perintah yang kita cintai.
Alloh berfirman:

. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. Al Hujurat, : 15).

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah, : 111).

Cinta akan mempengaruhi kehidupan seseorang. Bukankah kita lihat, seorang pemuda tiba-tiba merubah penampilannya menjadi lebih rapi ketika ia telah merasakan benih-benih cinta kepada lawan jenisnya. Cinta kepada Alloh akan membawa ketenangan, kedamaian dan keselamatan. Cinta kepada selain Alloh membawa kepada cinta buta (al isyqu) yang tak terkendali. Cinta kepada makhluk membawa ketidakpastian, penasaran dan kesenangan semu. Cinta kepada benda akan musnah, manakala benda tersebut hilang, rusak atau musnah. Terkadang juga disertai perasaan sedih. Sedangkan cinta kepada Alloh akan kekal dan abadi sebagaimana kekal dan abadinya objek cinta itu, Alloh SWT.
Fithrah manusia cenderung untuk mencintai istri-istri, anak-anak, harta benda. Tetapi cinta ini tidak boleh melebihi derajat kecintaan kepada Alloh, Rasul-Nya dan jihad fii sabilillah. Firman-Nya:
Artinya: “ Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs. At Taubah 9:24).

A. Perasaan Cinta Lahir dari Ilmu
Bukti keutamaan ilmu adalah ia mampu menghasilkan keyakinan yang menyebabkan hati hidup dan tenteram. Juga yang menyebabkan Alloh memuji orang-orang yang bertaqwa yang mendapatkan petunjuk melalui kitab-Nya.[1]
Perasaan cinta tidak akan ada jika seseorang tidak mengenal (ma’rifat) dengan objek yang dicintainya. Pengenalan terhadap objek akan menghasilkan ilmu, baik ‘ainul yaqin ataupun haqqul yaqin.
Sesungguhnya orang yang berilmu dan yakin, yang telah dianugrahi Alloh, kepekaan jiwa yang tajam dan cahaya yang terang benderang , tidak akan kabur baginya untuk memilih mana yang haq dan mana yang batil. Ia tidak akan terpengaruh oleh propaganda kesyubhatan yang ada di hadapannya. Seperti halnya ia tidak akan terseret oleh nafsu syahwat ke jurang kenistaan. Ia bisa tegar seperti itu karena berbekal dengan dua senjata yang kuat yang mampu dipergunakan untuk menahan bala tentara kebatilan. Diapun mampu mencegah invasi bala tentara syahwat dengan senjata kesabaran dan invasi bala tentara syubhat dengan senjata keyakinan.[2]
Ibnul Qayyim berkata, “Keyakinan dan kecintaan merupakan pilar keimanan. Atas kedua pilar itulah keimanan dibangun. Berkat kedua pilar itu pula keimanan bisa tegak. Kedua pilar itulah yang menyuplai semua amalan hati dan amalan badan. Dari kedua pilar itu amalan tersebut muncul. Jika kedua pilar itu lemah, maka semua amalan tersebut juga lemah. Sebaliknya, jika kedua pilar itu kuat, maka semua amalan tersebut juga kuat. Sebenarnya alat yang dipergunakan untuk membuka semua pintu menuju kepada tingkatan-tingkatan orang-orang yang menempuh perjalanan menuju Alloh dan maqam-maqam terminal-terminal) orang-orang yang arif bijaksana adalah kedua pilar tersebut. Kedua pilar itu membuahkan semua karya yang baik, ilmu yang bermanfaat dan petunjuk (pedoman) yang lurus.”[3]

B. Cinta merupakan Fitrah Manusia
Manusia terlahir berkat rasa cinta kedua orang tuanya sebagai perantara cinta Alloh kepada manusia. Manusia mencintai istri-istrinya, anak-anaknya, serta harta yang dimilikinya. Hal ini adalah fitrah yang dimiliki oleh manusia. Sebagaimana firman Alloh SWT :
Artinya: “ Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs. At Taubah 9:24).
Setiap manusia memerlukan rasa cinta kepada manusia lain. Cinta ini dapat berupa cinta kepada keluarganya,cinta kepada saudara-saudaranya, cinta kepada sesama umat manusia. Perasaan ini tidak dapat dihilangkan begitu saja dalam diri manusia. Perasaan untuk dicintai dan mencintai ini merupakan perasaan yang sesuai dengan fitrah manusia untuk saling mencintai.
Islam memandang bahwa perasaan cinta sebagai sesuatu hal yang harus mendapatkan salurannya dan tidak malah dihambat ataupun dimatikan. Pernikahan merupakan jalan yang sesuai dengan ajaran agama Islam untuk melanggengkan perasaan cinta antara dua insan manusia yang saling membutuhkan dan melengkapi.

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا
Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[4], maka (kawinilah) seorang saja], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. QS. An Nisaa’ : 3

C. Penyebab Adanya Rasa Cinta
Tiada asap tanpa ada api. Sesuatu ada karena ada yang menyebabkan. Begitulah bunyi hukum kausalitas (sebab akibat). Perasaan cinta tidak muncul dengan begitu saja, tetapi ada hal-hal yang menyebabkan timbulnya perasaan cinta itu. Sebab-sebab timbulnya perasaan cinta tersebut adalah:
1. Secara fitrah manusia suka kepada keindahan
Alloh memberikan fitrah kepada manusia untuk suka kepada keindahan sehingga ia mudah untuk suka dan kagum pada keindahan, kecantikan atau ketampanan seseorang. Alloh menciptakan keindahan dalam pandangan manusia karena Alloh itu indah dan mencintai keindahan.
2. Manusia adalah makhluk yang lemah dan tak berdaya.
Kelemahan manusia dan ketidakberdayaannya menyebabkan manusia untuk mengikuti Dzat yang memiliki kekuatan, keperkasaan. Dialah Alloh SWT, Al Malik, Al Aziz.

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa. (QS. Al Hajj: 40)
3. Manusia cenderung membutuhkan orang lain.
Manusia merupakan makhluk yang lemah. Ia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Bahkan sejak masih di dalam kandungan, kita sudah membutuhkan orang lain.
Seorang ibu ketika hamil membutuhkan seorang dokter untuk senantiasa memeriksa kondisi kandungannya. Pada saat mau melahirkan, membutuhkan dokter maupun bidan untuk membantu proses kelahiran sang bayi. Saat kita masih kanak-kanak sangat membutuhkan kehadiran dan pertolongan orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita. Pada saat remaja kita juga membutuhkan kehadiran orang lain. Selama kita di dunia ini sangat membutuhkan pertolongan maupun keterlibatan orang lain. Inilah hakekat manusia sebagai makhluk sosial.
[1] Qardhawy, Yusuf, Jalan Menuju Hidayah : Kehidupan Ruhiyah Salafus Shalih Kiat-Kiat Meningkatkan Kehidupan Ruhiah, Yogjakarta : Mardhiyah Press, h. 171.
[2] Ibid., h. 174.
[3] Ibid., h. 175.
[4] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam melayani isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.