Adsense

Jumat, 01 Mei 2009

Partisipasi Politik

Politik merupakan salah satu dimensi yang sangat urgen dalam diinul Islam. Ia merupakan bagian dari sistem Islam. Islam adalah diin yang meliputi semua dimensi kehidupan manusia. Dunia politik mampu menyebabkan perbaikan kehidupan manusia, tetapi ia juga dapat menyebabkan rusaknya tatanan kehidupan. Politik bagaikan dua buah mata pedang, yang siap menikan kebaikan ataupun keburukan. Pemanfaatan politik tergantung siapa yang berada dibaliknya. Jika para politisi diisi oleh orang-orang yang buruk, maka politik akan mengakibatkan kehancuran tetapi jika para politisinya adalah orang-orang yang baik, maka politik akan membuahkan kebajikan dan kemaslahatan bagi umat manusia.

Dalam benak kita, pernah dirasuki bahwa dunia politik adalah kotor, sehingga orang-orang yang baik tidak perlu memasuki dunia politik atau menjadi politisi. Pemikiran ini sengaja disebarkan oleh musuh-musuh Islam agar umat Islam tidak pernah bersentuhan dengan politik dan akhirnya meninggalkan salah satu dimensi penting dalam kehidupan manusia. Abu Ridha mengungkapkan:

Memang perjalanan sejarah kontemporer kaum Muslimin pernahmelalui satu fase di mana sebagian dari mereka memandang siyasah sebagai sesuatu yang tidak penting, bahkan kotor dan menjijikkan. Mereka menganggap siyasah sebagai sesuatu yang harus dienyahkan dari kerangka dan wacana berfikir atau aktivitas seorang Muslim, lebih-lebih aktivitas dakwah. Seolah-olah siyasah menjadi pohon larangan yang penuh kutukan yang tidak boleh didekati apalagi dicicipi buahnya. Siapa saja yang mencoba mendekatinya akan terkena kutukan dan bisa jadi membawa dampak buruk yang sangat luas terhadap kehidupan umat. Dampak buruk yang diakibatkannya bukan saja menimpa orang-orang yang sama sekali tidak terlibat dalam urusan siyasah. Akibatnya para politisi dianggap sebagai orang yang terkena lepra yang harus dikucilkan dari kehidupan umum. Mereka berlindung kepada Alloh agar (terhindar-pen) dari penyakit rajulun siyasi (politisi); “Aku berlindung dari siyasah dan rajulun siyasi.”

Kebangkitan Islam (Shahwah Islamiyyah) yang terjadi di berbagai negeri turut mengubah sebagian pandangan di atas, sehingga sebagian dari kalangan kalangan kaum Muslimin. Kita tidak lagi memandang politik sebagai dunia yang tabu, melainkan sebagai suatu sarana untuk mewujudkan kemuliaan bai Islam dan kaum Muslimin (‘izzul Islam wa Muslimin). Abu Ridha mengungkapkan:

Namun, dengan semakin meluasnya kebangkitan Islam dan terkuaknya kenyataan bahwa penjajahan siyasah yang selama ini berlangsung telah menghancurkan seluruh milik umat, muncul suatu kesadaran baru dari kalangan kaum Muslimin bahwa siyasah merupakan bagian dari kehidupan lainnya seperti: ekonomi, sosial, pendidikan dan budaya. Bahkan, akhir-akhir ini di kalangan kaum Muslimin tumbuh kesadaran yang semakin meningkat bahwa siyasah adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan hidup manusia yang tak mungkin diabaikan, apalagi dienyahkan jauh-jauh. Agaknya peningkatan kesadaran dan wawasan keIslaman Muslim setelah sekian lama dikungkung oleh kejumudan diri dan tipu daya kaum penjajah. Peningkatan kesadaran itu sejalan pula dengan kepesatan perkembangan dan kompleksitas kehidupan manusia.

Setelah memiliki pola fakir dan kesadaran politik, umat Islam mengaktualisasikan pemahaman politiknya dengan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik. Partisipasi politik umat Islam berangkat dari kesadaran dan pemahaman tentang urgensi politik bagi kehidupan umat.

Pengertian Partisipasi Politik

Sa’d Ibrahim Jum’ah

Partisipasi politik didefinisikan sebagi keikutsertaan warga Negara dengan bentuk yang terorganisir dalam membuat keputusan-keputusan politik, dengan keikutsertaan yang bersifat sukarela dan atas kemauannya sendiri, didasari oleh rasa tanggung-jawab terhadap tujuan-tujuan sosial secara umum, dan dalam koridor kebebasan berfikir, bertindak, dan kebebasan mengemukakan pendapat.

Mayron Weiner

Partisipasi politik adalah kegaitan sukarela yang bertujuan memberikan pengaruh agar memilih strategi umum, atau memilih pemimpin-pemimpin politik tingkat regional maupunnasional. Sama saja, apakah kegiatan tersebut berhasil atau tidak, terorganisir atau tidak, berkesinambungan atau hanya bersifat temporal.

Ismail Ali Sa’d

Partisipasi politik adalah kontribusi atau keikutsertaan warga dalam masalah-masalah politik di lingkup masyarakatnya, dengan mendukung atau menolak, membantu atau melawan, dan seterusnya.

Dr. Kamal Al Manufi

Partisipasi politik adalah hasrat individu untuk berperan aktif dalam kehidupan politik melalui pengelolaan hak bersuara atau pencalonan untuk lembaga-lembaga yang dipilih, mendiskusikan persoalan-persoalan politik dengan orang lain, atau bergabung dengan organisasi-organisasi mediator.

Partisipasi politik adalah partisipasi warga dalam menentukan urusan-urusan masyarakatnya, melalui –di samping yang sebelumnya- usaha untuk menghadapi berbagai persoalan yang menimpa masyarakat sebagai satu kesatuan, dan memberikan kontribusi dalam usaha perjuangan.

Ali Jalbi

Ia adalah aktivitas yang dengannya individu dapat memainkan peran dalam kehidupan politik masyarakatnya, sehingga ia mempunyai kesempatan untuk memberi andil dalam menggariskan tujuan-tujuan umum kehidupan masyarakat tersebut, dan dalam menentukan sarana terbaik untuk mewujudkannya. Hal itu dilakukan melalui kegiatan-kegiatan politik secara langsung. Misalnya pencalonan diri dalam pemilihan umum, diskusi problematika umum, ikut dalam kampanye-kampanye politik: atau melalui kegiatan-kegiatan politik tak langsung.

Sayyid Salamah Al Khumaisiy

Partisipasi politik adalah:

  • Hasrat kuat individu untuk melakukan peran politik secara aktif. Peran ini bermacam-macam bentuknya.
  • Peran ini memiliki kelebihan disbanding sekedar kemauan.
  • Terkadang dengan bentuk formal, seperti berafiliasi kepada suatu partai politik tertentu, dan terkadang dengan nbentuk nonformal, seperti demonstrasi massa.
  • Terkadang peran ini hanya terbatas pada tingkat regional yang sempit, terkadang meluas sampai tingkat nasional, dan terkadang meliputi kedua tingkat itu sekaligus.

Urgensi Partisipasi Politik

Urgensi partisipasi politik akan tampak jelas jika kita lihat beberapa hal berikut:

Pertumbuhan demokarasi –dengan formatnya yang benar- sangat tergantung kepada sejauhmana keikutsertaan anggota masyarakat secara aktif dalam menentukan dan merealisasikan tujuan-tujuan politik. Yakni tergantung kesempatan berpartisipasi yang diberikan kepada mereka, dan bahkan dijadikan sebagai hak yang dapat dinikmati oleh setiap warga Negara, tanpa kecuali.

Di samping itu, ia juga menyebabkan terbentuknya oposisi yang kuat dan kokoh melawan autokrasi.

Partisipasi politik merupakan media fundamental untuk memperdalam rasa tanggung-jawab pada diri pengausa maupunrakyat, dan merupakan sarana untuk memperkokoh pemerintahan kolektif.

Ia merupakan media yang efektif agar para partisipan merasa dihormati dan dihargai.

Ia menyadarkan para partisipan akan hak dan kewajiban mereka, serta memperluas koridor kesadaran politik melalui berbagai pengalaman dan wawasan politik yang lahir darinya. (Sa’d Ibrahim Jum’ah dalam Utsman Abdul Mu’iz Ruslan).

Partisipasi Politik dan Pergerakan Dakwah

Partisipasi politik pada saat ini merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh oleh sebagian pergerakan dakwah (harokah da’wah). Hal ini dimungkinkan, karena dengan terlibatnya Pergerakan Da’wah dalam kehidupan politik akan mampu memperluas dakwah serta dapat menerapkan hal-hal (syari’at) yang tidak dapat diterapkan kecuali dengan kekuasaan.

Atas pertimbangan strategis yang mencakup dinamika politik global (tathawwurat as siyasah al ‘alamiyah), dinamika politik regional (tathawwurat as siyash al iqlimiyah) dan dinamika politik lokal (tathawwurat as siyasah al mahaliyah), maka disimpulkan bahwa jalur perjuangan konstitusional merupakan cara yang paling kecil resikonya terhadap umat dan dakwah. Hal ini dipilih atas pertimbangan pemeliharaan kondisi, baik umum maupun khusus, agar dakwah mendapatkan kemanfaatan yang besar dengan pengorbanan yang sesedikit mungkin.

Sebentar lagi di negeri ini akan digelar berbagai Pemilihan Kepala Daerah Langsung (PILKADAL). Ini merupakan kesempatan yang baik bagi Pergerakan Dakwah ataupun Ormas-Ormas Islam untuk menguji sejauhmana penerimaan masyarakat terhadap dakwah. Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) yang ada di negeri ini, menunjukkan bahwa masih banyak beban yang harus ditanggung oleh Pergerakan Dakwah. Hal ini terlihat misalnya dalam Pemilu 2004 yang lalu. Negeri yang mayoritas dihuni oleh orang Islam ternyata pemilih partai-partai Islam dan partai yang berangkat dari ormas Islam baru didukung oleh 39,1 % pemilih.

Salah satu butir rekomendasi Sidang Komisi KUII IV meminta umat Islam untuk memilih kepala daerah yangb beriman, bertakwa, berakhlaq dan cerdas. Pilkada harus dijadikan sebagai kesempatan untuk memilih kepala daerah yang mendukung dakwah dan syari’ah. Ormas-Ormas Islam harus mendorong partai-partai Islam untuk mengusung kandidat yang peduli dengan masa depan dakwah, umat dan penegakan syari’ah.

Dengan demikian, mestinya ormas-ormas Islam pro aktif menggalang kerja sama, mendukung parpol Islam yang calonnya komit dengan dakwah dan penegakan syari’ah. Kalau tidak, apakah umat islam rela partai-partai sekulaer dan nasionalis memenangkan pertarungan, lantaran tiada atau kurangnya dukungan kita terhadap kandidat kepala daerah yang diusung partai islam? Jangan sampai, karena bukan “partai kita”, lantas ormas-ormas Islam tak mendukung calon yag, padahal –setidaknya- mendekati aspirasi umat. Tak jarang terjadi, karena bukan berasal dari “partai kita”, meskipun kandidat kepala daerah yang diusung partai tersebut bagus dari sisi dakwah dan komitmen terhadap syari’at, ormas yang bersangkutan tak meliriknya. Jeleknya lagi, justru mendukung sosok calon yang dimata masyarakat kebanyakan dinilai tidak bersih dan korup. Maka, kalau tak ada dukungan terhadap calon yang sesuai, kemudian yang terpilih bukan calon yang bersih, apalagi jauh komotmennya dari dakwah dan penegakkan syari’ah, ormas-ormas Islam turut bertanggung-jawab.

Semangat otonomi daerah, mestinya benar-benar dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menentukan pemimpinnya. Jadi, khawatir akan dimanfaatkan, sebaliknya mengambil manfaat, sebagai peluang untuk mementukan pemimpin. Kalaupun dimanfaatkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat, why not? (M.U. Salman)

Agar umat Islam tidak sekedar dimanfaatkan untuk selanjutnya ditinggal oleh kandidat yang terpilih, perlu kiranya ormas-ormas Islam membuat kontrak politik ataupun kontrak sosial, sehingga pemilih tidak akan ditinggalkan oleh kandidat terpilih, atau tidak membeli musang berbulu domba.

Peran serta ormas dan partai politik Islam dalam Pilkadal akan menunjukkan:

1. Kebersamaan umat dalam mengusung kebaikan, serta kerja sama di kalangan umat Islam.

2. Menguji penerimaan masyarakat terhadap dakwah.

3. Menguatkan eksistensi dakwah di tengah-masyarakat.

4. Memberikan paying politik, sosial, ekonomi, budaya dan paying-payung lainnya bagi pergerakan dakwah.

5. Membuka kesempatan untuk mengisi lembga-lembaga eksekutif.

6. Membuka interaksi langsung yang lebih luas kepada masyarakat.

By Warjoko

HP. 0815 4859 7881

Maraji’

Abu Ridha, ‘Amal Siyasi: Gerakan Politik dalam Dakwah, Bandung: Syamil Cipta Media, 2004.

Ruslan, Utsman Abdul Mu’iz, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, Surakarta: Era Intermedia,2000.

Da’watuna edisi 8/ Th. 01?April-Mei 2005.

Sabili N0. 23 Th. XII 2 Juni 2005/24 Rabi’ul Akhir 1426 H.

Tidak ada komentar: