Auditing dalam Kaca Mata Islam
dakwatuna.com – Islam hadir sebagai penyempurna semua agama yang dibawa oleh para
Nabi. Ajarannya tulus, penuh kebaikan di dalamnya. Islam, mengajarkan kepada
umatnya untuk hidup dalam keseimbangan. Urusan dunia dan akhirat harus berjalan
beriringan. Tidak mengutamakan satu urusan dan melalaikan urusan yang lainnya.
Alquran memberikan kita petunjuk bahwa penting bagi kita untuk mengajak
orang lain kepada kebaikan dan memerangi kemungkaran, Amar ma’ruf nahi munkar (QS. Al-Imran: 104). Rasulullah SAW sendiri memberikan
kita contoh yang kongkrit akan hal tersebut. Beliau pernah membuat sebuah
lembaga Hisbah di zamannya. Lembaga pengawasan ini berfungsi untuk mencegah
adanya penipuan yang dilakukan oleh para penjual agar tidak menzhalimi
konsumennya dengan cara berbuat curang. Rasulullah SAW pernah mendapati seorang
pedagang yang melakukan kecurangan. Seketika, beliau menghampiri pedangang
tersebut dan berkata, “Siapapun yang melakukan kecurangan, maka ia bukan bagian dari
golonganku”. Rasulullah pun mengutus Sa’ad
bin Sa’id ibnul ‘Ash bin Umayyah untuk memantau dan mengawasi pasar ketika itu.
Dan kini, kita mengenal bentuk pengawasan yang mencakup segala hal,
yaitu Audit. Lembaga hisbah adalah bagian awal dari perkembangan audit hingga
saat ini. Dalam Islam, seorang auditor tentulah harus menjadikan Alquran dan
As-sunnah sebagai rujukan dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor harus
berpegang teguh pada prinsip professional, integritas, jujur, adil, objektif,
dan lain sebagainya. Walau bagaimanapun, ada Allah yang senantiasa mengawasi, “….dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4). Dan
seorang auditor harus sadar bahwa segala perbuatan yang dilakukan senantiasa
akan dipertanggungjawabkan di pengadilan Allah kelak, “…Sungguh, Allah
memperhitungkan segala sesuatunya.” (QS. An-Nisa’: 86). Namun, audit syariah ini tetap saja masih mengalami
kendala dalam penerapannya.
Di Indonesia sendiri, saat ini belum ada pengaudit
khusus yang menangani tentang transaksi syariah. Siapapun, bisa melakukan audit
di Kantor Akuntan Publik, hanya saja, mereka belum mengerti seperti apa
syariah. Hal serupa juga dialami oleh negara lain, seperti Bangladesh. Muhammad
Shokwat Imran, dkk, dalam jurnalnya yang berjudul “Auditing Dalam Perspektif
Islam dan Penerapannya Pada Beberapa Bank Islam yang Beroperasi di Bangladesh”,
menyebutkan bahwa karyawan di beberapa Bank Syariah Bangladesh saja belum
memiliki kecakapan pengetahuan tentang syariah yang baik, sistem dan prosedur
akuntansinya pun tidak sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam. Hal ini karena
personal yang memiliki kecakapan pengetahuan tentang syariah masih sangat
langka. Kini, di saat Lembaga Keuangan Syariah berkembang dengan sangat pesat,
maka sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan Alquran dan Sunnah, serta
pengetahuan audit yang mempuni sangat dibutuhkan, agar syariat Islam dapat
terus dijalankan dengan baik dengan adanya audit syariah.
Wallahu‘alam bishshawab.
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya